Air mata Ibu Anik dan juga Pak Nasikin pecah tak tertahan di ruangan ICU saat mendengar anak ketiganya memiliki kelainan paru-paru!
Tak bisa dipungkiri, anaknya yang baru lahir secara prematur yang seharusnya tersenyum di pelukan ibunya, justru malah meraung tanpa suara merasakan dadanya yang sangat sesak dan susah digunakan untuk menghirup udara segar di inkubator bayi.
Momen kelahiran anaknya yang bernama Muhammad Abdullah ini adalah peristiwa yang membuat Ibu Anik dan juga suaminya seperti berada dalam mimpi buruk. Takut, khawatir, bingung, campur aduk berkecamuk menjadi satu di hati mereka.
Melihat kondisi buah hatinya dengan sekujur tubuh yang membiru akibat kekurangan oksigen, membuat Pak Nasikin kesana kemari mengurus semuanya dengan uang seadanya dan juga uang BPJS yang ia miliki sebagai buruh pabrik.
Semua biaya telah habis ia keluarkan hanya untuk menyembuhkan si kecil Abdullah, apapun yang mereka miliki sudah dijual, tapi rasanya masih saja kurang untuk kesembuhan anaknya. Apalagi dengan kelainan paru-paru yang anaknya alami tersebut mengharuskan buah hatinya melakukan operasi.
Namun uang yang mereka miliki saat ini belum cukup mengingat biaya operasi mencapai 100 juta lebih, sementara di rumah Pak Nasikin dan juga Bu Anik masih memiliki 2 anak yang juga memerlukan biaya untuk makan dan sekolah.
Ketangguhan dan ketabahan pak Nasikin sangat luar biasa dalam menghadapi semua ujian yang dibebankan padanya. Menjadi seorang buruh pabrik yang kerjanya setiap hari menjadi pengepul ikan, pendapatannya masih kurang cukup untuk membiayai keluarga kecilnya.
Sangat lelah, namun ketika pulang melihat ketiga anaknya ditambah anak yang terakhir yang membutuhkan tindakan operasi segera, menjadi motivasi bagi Pak Nasikin.
“Kami kekurangan biaya, mbak. Makanya saya rawat sendiri di rumah. Tapi saya sama suami juga bingung mau nyari bantuan kemana untuk biaya operasi Abdullah? Uang sebanyak itu siapa yang mau meminjamkan? Bapak cuma kerja jadi buruh pabrik, sekarang bapak juga harus membayar BPJS yang dipakai untuk pengobatan anak saya kemarin.” tutur Bu Anik sembari mengusap kening bayinya secara lembut.
Tak jarang di rumah Abdullah menangis akibat dadanya mendadak sesak untuk bernafas, memaksa pak Nasikin dan Bu Anik malam-malam memilih tidak tidur dan meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil hanya untuk membawa buah hatinya ke klinik untuk mendapatkan bantuan oksigen agar Abdullah dapat bernafas dengan baik.
dari target ∞ tidak terbatas
Air mata Ibu Anik dan juga Pak Nasikin pecah tak tertahan di ruangan ICU saat mendengar anak ketiganya memiliki kelainan paru-paru!
Tak bisa dipungkiri, anaknya yang baru lahir secara prematur yang seharusnya tersenyum di pelukan ibunya, justru malah meraung tanpa suara merasakan dadanya yang sangat sesak dan susah digunakan untuk menghirup udara segar di inkubator bayi.
Momen kelahiran anaknya yang bernama Muhammad Abdullah ini adalah peristiwa yang membuat Ibu Anik dan juga suaminya seperti berada dalam mimpi buruk. Takut, khawatir, bingung, campur aduk berkecamuk menjadi satu di hati mereka.
Melihat kondisi buah hatinya dengan sekujur tubuh yang membiru akibat kekurangan oksigen, membuat Pak Nasikin kesana kemari mengurus semuanya dengan uang seadanya dan juga uang BPJS yang ia miliki sebagai buruh pabrik.
Semua biaya telah habis ia keluarkan hanya untuk menyembuhkan si kecil Abdullah, apapun yang mereka miliki sudah dijual, tapi rasanya masih saja kurang untuk kesembuhan anaknya. Apalagi dengan kelainan paru-paru yang anaknya alami tersebut mengharuskan buah hatinya melakukan operasi.
Namun uang yang mereka miliki saat ini belum cukup mengingat biaya operasi mencapai 100 juta lebih, sementara di rumah Pak Nasikin dan juga Bu Anik masih memiliki 2 anak yang juga memerlukan biaya untuk makan dan sekolah.
Ketangguhan dan ketabahan pak Nasikin sangat luar biasa dalam menghadapi semua ujian yang dibebankan padanya. Menjadi seorang buruh pabrik yang kerjanya setiap hari menjadi pengepul ikan, pendapatannya masih kurang cukup untuk membiayai keluarga kecilnya.
Sangat lelah, namun ketika pulang melihat ketiga anaknya ditambah anak yang terakhir yang membutuhkan tindakan operasi segera, menjadi motivasi bagi Pak Nasikin.
“Kami kekurangan biaya, mbak. Makanya saya rawat sendiri di rumah. Tapi saya sama suami juga bingung mau nyari bantuan kemana untuk biaya operasi Abdullah? Uang sebanyak itu siapa yang mau meminjamkan? Bapak cuma kerja jadi buruh pabrik, sekarang bapak juga harus membayar BPJS yang dipakai untuk pengobatan anak saya kemarin.” tutur Bu Anik sembari mengusap kening bayinya secara lembut.
Tak jarang di rumah Abdullah menangis akibat dadanya mendadak sesak untuk bernafas, memaksa pak Nasikin dan Bu Anik malam-malam memilih tidak tidur dan meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil hanya untuk membawa buah hatinya ke klinik untuk mendapatkan bantuan oksigen agar Abdullah dapat bernafas dengan baik.
Bagikan tautan ke media sosial