Di tengah padatnya gerbong KRL, ada sesosok ibu menggendong anaknya dengan penutup mata. Perjalanan jauh dan melelahkan dari Banten ke Jakarta Pusat, tidak menyurutkan semangat sang ibu demi menjemput kesembuhan anaknya, Ciara. Hatinya penuh harapan walaupun rasa lelah dan mahalnya biaya pengobatan selalu menghantui.
“Kesusahan yang saya alami tidak sebanding dengan penderitaan yang Ciara rasakan. Kesakitan setiap waktu, kehilangan mata kanannya, tubuhnya ditusuk jarum sana sini dan sekarang harus kemoterapi juga. Saya ga tau masa depan Ciara akan seperti apa, yang penting sekarang Ciara bisa terus bertahan”
Seperti mimpi buruk, Ciara jalani hari demi hari penuh rintih dan tangis kesakitan. Sejak usia 7 bulan hingga saat ini, kanker masih terus tumbuh di kedua matanya. Orangtua Ciara, Ibu Dewi, mulai menyadari ada kelainan saat di mata Ciara karena terlihat titik cahaya putih. Dengan penuh kekhawatiran, Ibu Dewi memeriksakan Ciara ke dokter. Berpindah-pindah RS hingga akhirnya Ciara divonis mengidap kanker mata (retinoblastoma) di mata kanannya. Tak terhitung Ibu Dewi bolak-balik RS demi pengobatan Ciara namun kesembuhan belum kunjung datang.
Kondisi Ciara semakin buruk, kritis, dan tidak stabil. Mata kanan Ciara tidak dapat terselamatkan. Tindakan operasi harus segera dilakukan sebelum terlambat dan membahayakan nyawanya. Tidak peduli harta benda habis dijual bahkan hutang sana-sini asalkan Ciara segera mendapat penangan yang tepat.
“Ciara anak Ibu, kuat yang sayang… InshaAllah ada jalan buat kesembuhanmu Nak.. Kalau aja Ibu bisa gantiin sakitnya Ciara, kamu nggak perlu kesakitan.. Ciara sabar ya.. Ciara bisa cepat sembuh.. yang kuat ya kesayangan Ibu. Ayah, Ibu, dan Kakak bakal temenin Ciara terus.”- Ibu Dewi
Ibu dan ayah merasa lega karena nyawa anaknya terselamatkan meski harus kehilangan mata kanannya. Nahas, rasa lega itu tak bertahan lama. Sel kanker ternyata sudah menyebar ke mata kiri Ciara. Ciara harus menjalani 9x kemoterapi tanpa hentiagar mata kirinya tidak mengalami kebutaan dan sel kanker tidak menyebar ke otak atau organ lainnya.
Ayah Ciara, Bapak Toni, bekerja sebagai supir pengantar barang dengan upah hanya 2jt perbulan. Mereka sering mengorbankan kebutuhan hidup lainnya demi bisa memenuhi kebutuhan pengobatan Ciara. Banyak kebutuhan penunjang pengobatan yang biayanya sangat mahal dan tidak ditanggung BPJS. Bahkan biaya transport pun sangat besar, karena rumah mereka jauh dari RS dan harus ke RS sampai 10x dalam sebulan. Seringkali mereka mencari pinjaman uang demi memenuhi kebutuhan pengobatan Ciara.
“Kami hanya ingin Ciara sehat, tidak kesakitan terus menerus. Tapi kami sangat kesulitan untuk biayanya. Untuk kebutuhan hidup pun kami tidak cukup, apalagi Ciara punya kakak yang harus sekolah..”, ujar Pak Toni
Kini ayah dan ibu Ciara kebingungan siapkan uang puluhan juta untuk lanjut kemoterapi dan tindakan lanjutan pengobatan kanker Ciara. Sementara jika kemoterapi berhenti Ciara akan kembali alami kebutaan, sel kanker makin menyebar dan bisa renggut nyawanya!
dari target Rp 90.000.000
Di tengah padatnya gerbong KRL, ada sesosok ibu menggendong anaknya dengan penutup mata. Perjalanan jauh dan melelahkan dari Banten ke Jakarta Pusat, tidak menyurutkan semangat sang ibu demi menjemput kesembuhan anaknya, Ciara. Hatinya penuh harapan walaupun rasa lelah dan mahalnya biaya pengobatan selalu menghantui.
“Kesusahan yang saya alami tidak sebanding dengan penderitaan yang Ciara rasakan. Kesakitan setiap waktu, kehilangan mata kanannya, tubuhnya ditusuk jarum sana sini dan sekarang harus kemoterapi juga. Saya ga tau masa depan Ciara akan seperti apa, yang penting sekarang Ciara bisa terus bertahan”
Seperti mimpi buruk, Ciara jalani hari demi hari penuh rintih dan tangis kesakitan. Sejak usia 7 bulan hingga saat ini, kanker masih terus tumbuh di kedua matanya. Orangtua Ciara, Ibu Dewi, mulai menyadari ada kelainan saat di mata Ciara karena terlihat titik cahaya putih. Dengan penuh kekhawatiran, Ibu Dewi memeriksakan Ciara ke dokter. Berpindah-pindah RS hingga akhirnya Ciara divonis mengidap kanker mata (retinoblastoma) di mata kanannya. Tak terhitung Ibu Dewi bolak-balik RS demi pengobatan Ciara namun kesembuhan belum kunjung datang.
Kondisi Ciara semakin buruk, kritis, dan tidak stabil. Mata kanan Ciara tidak dapat terselamatkan. Tindakan operasi harus segera dilakukan sebelum terlambat dan membahayakan nyawanya. Tidak peduli harta benda habis dijual bahkan hutang sana-sini asalkan Ciara segera mendapat penangan yang tepat.
“Ciara anak Ibu, kuat yang sayang… InshaAllah ada jalan buat kesembuhanmu Nak.. Kalau aja Ibu bisa gantiin sakitnya Ciara, kamu nggak perlu kesakitan.. Ciara sabar ya.. Ciara bisa cepat sembuh.. yang kuat ya kesayangan Ibu. Ayah, Ibu, dan Kakak bakal temenin Ciara terus.”- Ibu Dewi
Ibu dan ayah merasa lega karena nyawa anaknya terselamatkan meski harus kehilangan mata kanannya. Nahas, rasa lega itu tak bertahan lama. Sel kanker ternyata sudah menyebar ke mata kiri Ciara. Ciara harus menjalani 9x kemoterapi tanpa hentiagar mata kirinya tidak mengalami kebutaan dan sel kanker tidak menyebar ke otak atau organ lainnya.
Ayah Ciara, Bapak Toni, bekerja sebagai supir pengantar barang dengan upah hanya 2jt perbulan. Mereka sering mengorbankan kebutuhan hidup lainnya demi bisa memenuhi kebutuhan pengobatan Ciara. Banyak kebutuhan penunjang pengobatan yang biayanya sangat mahal dan tidak ditanggung BPJS. Bahkan biaya transport pun sangat besar, karena rumah mereka jauh dari RS dan harus ke RS sampai 10x dalam sebulan. Seringkali mereka mencari pinjaman uang demi memenuhi kebutuhan pengobatan Ciara.
“Kami hanya ingin Ciara sehat, tidak kesakitan terus menerus. Tapi kami sangat kesulitan untuk biayanya. Untuk kebutuhan hidup pun kami tidak cukup, apalagi Ciara punya kakak yang harus sekolah..”, ujar Pak Toni
Kini ayah dan ibu Ciara kebingungan siapkan uang puluhan juta untuk lanjut kemoterapi dan tindakan lanjutan pengobatan kanker Ciara. Sementara jika kemoterapi berhenti Ciara akan kembali alami kebutaan, sel kanker makin menyebar dan bisa renggut nyawanya!
Bagikan tautan ke media sosial