Saya sakit mulai 2014. Awalnya mimisan dan flu tak kunjung sembuh. Setelah priksa ke dokter saya didiagnosa polip dan dioperasi. Sampai 2019 saya sudah menjalani operasi 4x, terakhir di RS Dr. Soetomo Surabaya, yang dulunya polip, tumor jinak, akhirnya jadi kanker ganas stadium akhir. Dari benjolan di hidung sampai menyebar ke mata, kepala, rahang.
Dulu saya berobat ke medis mandiri tanpa BPJS karena saking pengennya sembuh, pengen cepat ditangani, akhirnya saya dan keluarga waktu itu orang tua saya masih ada, memutuskan untuk berobat mandiri. Akhirnya setelah menjalani pengobatan alternatif kesana kemari, membuat ekonomi kami kocar kacir, sampai semua kejual untuk berobat. Sampai-sampai buku nikah juga saya gadaikan 15 juta di koperasi. Ortu saya meninggal, suami saya gak bisa bekerja lagi karena harus mengurus saya bolak balik ke RS.
Hingga sekarang saya sudah menjalani kemo 15x, sinar radioterapi 55x. Sekarang setiap mau kemo gagal karena kondisi saya makin lemah, hasil lab darahnya tidak normal jadi harus transfusi ke rumah sakit daerah. Sel kanker masih aktif, benjolan di pelipis mata sudah membesar lagi seperti dulu sebelum operasi. Benjolan saya mengeluarkan darah terus-menerus. Saya seharusnya memakai rawat luka cutisorb yang disarankan dokter, tapi harganya mahal dan tidak di tanggung BPJS. Jadi saya pakai softek meskipun terasa gatal tapi mau tidak mau harus dinikmati. Sehari saya ganti perban 5-6x. Anak saya titipkan atau dirawat sama Bulek saya di Bojonegoro, saya gak ada tempat tinggal.
Sewaktu saya tinggal di rumah singgah Surabaya, setiap hari mendengar temen sesama pasien yang tumbang (meninggal) membuat saya banyak pikiran, penuh rasa takut. Sampai akhirnya saya ngomong sama suami kalo pengen hidup di desa, dan suami saya setuju meskipun bingung kalau di desa kerja apa, dapat penghasilan dari mana. Tapi kami berserah pada Allah, yakin rejeki sudah disiapkan sama Allah. Akhirnya ada teman sesama pasien dari lamongan yang menginformasikan ada rumah yang sudah kosong sekitar 15 tahun di desanya. Saya tanya harga kontraknya, Rp 500 ribu per tahun. Akhirnya kami tinggal di Lamongan. Karena itu, untuk berobat, saya masih harus bolak balik ke Surabaya.
Saya ingin mengetuk hati para sahabat Ayobantu.com untuk berkenan mengulurkan bantuan karena saya harus mondar mandir ke rumah sakit, kondisi kadang drop, dan suami harus menemani saya sehingga tidak bisa bekerja. Biaya rumah sakit juga tidak semuanya ditanggung BPJS. Saya ingin segera sembuh sehingga saya maupun suami bisa kembali bekerja dan menjadi orang yang berguna bagi sesama.
dari target Rp 30.000.000
Saya sakit mulai 2014. Awalnya mimisan dan flu tak kunjung sembuh. Setelah priksa ke dokter saya didiagnosa polip dan dioperasi. Sampai 2019 saya sudah menjalani operasi 4x, terakhir di RS Dr. Soetomo Surabaya, yang dulunya polip, tumor jinak, akhirnya jadi kanker ganas stadium akhir. Dari benjolan di hidung sampai menyebar ke mata, kepala, rahang.
Dulu saya berobat ke medis mandiri tanpa BPJS karena saking pengennya sembuh, pengen cepat ditangani, akhirnya saya dan keluarga waktu itu orang tua saya masih ada, memutuskan untuk berobat mandiri. Akhirnya setelah menjalani pengobatan alternatif kesana kemari, membuat ekonomi kami kocar kacir, sampai semua kejual untuk berobat. Sampai-sampai buku nikah juga saya gadaikan 15 juta di koperasi. Ortu saya meninggal, suami saya gak bisa bekerja lagi karena harus mengurus saya bolak balik ke RS.
Hingga sekarang saya sudah menjalani kemo 15x, sinar radioterapi 55x. Sekarang setiap mau kemo gagal karena kondisi saya makin lemah, hasil lab darahnya tidak normal jadi harus transfusi ke rumah sakit daerah. Sel kanker masih aktif, benjolan di pelipis mata sudah membesar lagi seperti dulu sebelum operasi. Benjolan saya mengeluarkan darah terus-menerus. Saya seharusnya memakai rawat luka cutisorb yang disarankan dokter, tapi harganya mahal dan tidak di tanggung BPJS. Jadi saya pakai softek meskipun terasa gatal tapi mau tidak mau harus dinikmati. Sehari saya ganti perban 5-6x. Anak saya titipkan atau dirawat sama Bulek saya di Bojonegoro, saya gak ada tempat tinggal.
Sewaktu saya tinggal di rumah singgah Surabaya, setiap hari mendengar temen sesama pasien yang tumbang (meninggal) membuat saya banyak pikiran, penuh rasa takut. Sampai akhirnya saya ngomong sama suami kalo pengen hidup di desa, dan suami saya setuju meskipun bingung kalau di desa kerja apa, dapat penghasilan dari mana. Tapi kami berserah pada Allah, yakin rejeki sudah disiapkan sama Allah. Akhirnya ada teman sesama pasien dari lamongan yang menginformasikan ada rumah yang sudah kosong sekitar 15 tahun di desanya. Saya tanya harga kontraknya, Rp 500 ribu per tahun. Akhirnya kami tinggal di Lamongan. Karena itu, untuk berobat, saya masih harus bolak balik ke Surabaya.
Saya ingin mengetuk hati para sahabat Ayobantu.com untuk berkenan mengulurkan bantuan karena saya harus mondar mandir ke rumah sakit, kondisi kadang drop, dan suami harus menemani saya sehingga tidak bisa bekerja. Biaya rumah sakit juga tidak semuanya ditanggung BPJS. Saya ingin segera sembuh sehingga saya maupun suami bisa kembali bekerja dan menjadi orang yang berguna bagi sesama.
Bagikan tautan ke media sosial